Senin, 12 September 2011

Ambon manise



11 september 2011

Ambon tegang kembali, dikabarkan terjadi kericuhan antar warga cuman gara-gara ditemukan jasad seorang tukang ojek, isu bermunculan dan terjadi provokator yang awalnya murni tindak kriminal dibawa-bawa menjadi SARA. Ambon rusuh seketika, tapi alhamdulillah berangsur-angsur membaik dari berita terakhir yang didengar ambon sudah kondusif.

Ambon itu manis, terlalu manis sampai susah dilupakkan. Lahir dan besar diambon membuat ambon sangat berkesan dihati saya. Walau saya harus keluar dari ambon tepat saya kelas 5 SD. Kerusuhan tahun 1996 membuat saya harus meninggalkan kota ambon. Harus meninggalkan kota tercinta, harus pisah sama orang tua, harus meninggalkan teman-teman kecil saya yang saya masi ingat sampai sekarang walaupun gak tau mereka dimana.

Mendengar ambon rusuh lagi, rasanya dada saya sesek, nyesek. Sampai harus menghela napas yang panjang untuk menghirup udara. Walaupun saya tinggal hanya 9 tahun tapi kota yang selalu saya rindukan. Kota yang selalu saya ingin pulang menemui orang tua dan memori kecil saya di kota itu. Jadi mendengar ambon ricuh lagi mengingatkan saya pada 15 tahun yang lalu, hati saya rasanya sakit. Karena kerusuhan harus pisah dari orang tua, (oratua bekerja di ambon dan saya harus sekolah dibandung). Dalam umur yang masi sangat kecil, saya sudah mandiri, sudah gak ada yang krimbatin rambut saya, sudah gak ada yang sisir rambut saya, sudah gak ada yang suapin, seketika semua itu HARUS dilakukkan sendiri.

Kalau dulu sih saya tidak terlalu berasa, paling nangis kalo mama/bapak harus pulang ke ambon habis jenguk ke bandung. Tapi abis itu sudah, dulu mama/bapak menjenguk tiap 3 bulan sekali, maka 3 bulan sekali saya suka menangis klo bapak/mama harus kembali ke ambon.

Rasa sakit yang saya rasakan saat ini ketika mengingat itu semua, disamping saya mengingat saat2 dimana saya pernah menginap dipengungsian, sekolah yang harus bubar gara-gara terdengar tembakan dan bom, digigit nyamuk karena semalaman tidur disemak-semak agar menghindar dari orang yang ingin menyerang kami. Sedih rasanya mengingat bekas luka itu.

Hai provokator, stop membuat kericuhan karena keegoisanmu! Tidakkah dirimu bahagia tinggal di negri semanis itu, tinggal di negri yang indah akan alamnya, tinggal dengan orang-orang yang masi peduli ketika kau tak punya cabe untuk membuat sambel. Apa yang kau cari? Kericuhanmu hanya membuat anak-anak kecil menangis, anak kecil yang harus terpisah dengan orang tuanya, anak kecil yang takut bermain keluar karena suara tembakanmu, anak kecil yang tak bisa bersekolah karena sekolah tutup, dan yang terakhir memori yang tergores luka.

Ingatlah bahwa waktu memang mampu menghapus luka, tapi tidak untuk bekasnya!

And i will always going home....